Dark Passion Play cover

Album : Dark Passion Play
Artist : Nightwish
Publisher : Nuclear Blast, 2007
Rate : 4.5/5

Dark Passion Play, album terbaru Nightwish yang mempersembahkan vokalis baru, Anette Olson, setelah pemecatan Tarja Turunen, baru saja saya simak sepenuh hati 😀 Sebetulnya album ini sudah beredar lama, tapi saya baru saja mendapatkannya dari internet.

Jauh sebelum saya mendengar keseluruhan isi album, saya sudah tahu karakter vokal Anette. (Download demonya ^_^) Sebening kristal, tinggi melengking, dan sama sekali berbeda dengan Tarja. Akan tetapi, justru karakter vokalnya yang demikian itulah yang membuat saya terkesan : nyanyian yang straight to the heart. Pada lagu-lagu keras, Anette adalah tusukan-tusukan yang sangat tajam, berbeda dengan Tarja yang merupakan gelombang pukulan bertubi-tubi. Di lagu-lagu lembut, Anette bernyanyi bagaikan seorang princess (puteri), amat berbeda dengan Tarja yang bernyanyi laksana seorang dewi.

Di album ini, Nightwish benar-benar mengajak kita untuk bertualang di dunia yang penuh fantasi. Mereka amat totalitas, dilihat dari lirik yang membentuk jalinan cerita utuh di keseluruhan album, sampai berbagai aransemen yang simfonik dan fantastik. Saya benar-benar terbuai, masuk ke negeri dongeng. Ini jujur lho…

Sebuah lagu dahsyat berdurasi hampir 14 menit, The Poet And The Pendulum, membuka album ini dengan lirik yang tak kalah panjang. Bye Bye Beautiful, lagu berikutnya, langsung membuat saya ngeh karena beat-nya yang asyik. Anette bernyanyi di bagian verse. Lembut. Tiba-tiba, Marco mengubah kelembutan tadi dengan garang dengan teriakannya, tapi justru di sinilah hook-nya. Dua buah lagu yang dipasang setelahnya, Amaranth dan Cadence Of Her Last Breath, adalah lagu-lagu yang catchy. Mungkin gara-gara lagu inilah orang-orang berpendapat bahwa Nightwish sekarang seperti band pop rock biasa. Tapi buat saya, Nightwish masih merupakan salah satu band simfonik metal terbaik.

Di Master Passion Greed, Marco Hietala bernyanyi sendiri, mengumbar kegarangan dan kegelapannya dalam lagu yang berat. Konsekuensinya, lagu menjadi kurang catchy, apalagi setelah didahului Amaranth dan Cadence Of Her Last Breath. Terlalu kontras. Sebuah contoh kontras lain adalah Eva, lagu berikutnya, yang amat lembut, yang membuat saya membayangkan seorang gadis kecil yang kesepian.

Kisah 1001 malam kembali terngiang di telinga saya ketika Sahara dilantunkan, diikuti Whoever Brings The Night yang sangat kental nuansa Timur Tengah nya, terutama di bagian chorus. Selanjutnya, saya tidak keberatan kalau Anda merasa berada di sebuah pulau tanpa nama, dengan suku-suku yang masih primitif, di tengah-tengah kehidupan mereka, saat Anda mendengarkan Islander, dan amat setuju kalau Anda berada di alam dongeng Nordic ketika menyimak Last Of The Wild.

For The Heart I Once Had bisa jadi adalah favorit saya karena intro dan chorus yang amat kuat dalam meninggalkan kesan balada, seperti juga 7 Days To The Wolves. Sementara itu, lagu Meadows Of Heaven yang komposisinya terpengaruh gaya celtic amatlah cocok diletakkan di akhir album. Kelembutan lagu ini menutup seluruh album dengan amat apik, sebagai pasangan dari pembukaan yang dahsyat.

Nightwish, seperti yang telah saya tulis di atas, benar-benar sukses memanjakan telinga saya dengan album ini. Ya, di album ini ada semuanya : lagu berat, simfonik, balada, lagu-lagu catchy. Sebuah karya besar dari sosok baru Nightwish. Sebagai penutup, saya berkesimpulan ini adalah album yang harus Anda miliki, jika Anda penggemar simfonik metal pada khususnya, dan penggemar metal secara umum. Sekali lagi salut untuk Nightwish dengan semangatnya. Bravo!